Oleh Muhammad Ali Muhsin Rofiey Notonegoro, Ama.Spd.I.
Wakil Sekretaris MD KAHMI Kabupaten Pamekasan
Pesantren dalam bahasa sansekerta tempat untuk mencari ilmunya Allah SWT (Tuhan) pembinanya di sebut guru. Guru juga bahasa sansekerta “GU” artinya kegelapan “RU” artinya obor, jadi guru adalah obor yang mengusir kegelapan. Jangan mengaku seorang guru jika tidak bisa mengusir kegelapan. “Guru” dalam agama Hindu bukan guru sembarangan, bukan guru biasa, bukan kyai biasa dan bukan ustadz biasa.Padananya murid itu mestinya disebut Mursyid, ketika di bahasa Indonesiakan menjadi murid, murid itu bukan anak sekolahan bukan siswa, murid itu bahasa tasawuf dari akar kata Arada Yuridu Muridon artinya orang yang bersungguh-sungguh mencari ilmunya Allah SWT, bukan ilmunya guru, bukan ilmunya dosen, itu tilmidz ((Thullab) lebih tinggi istilah murid daripada Thullab, padananya murid itu Mursyid itu seperti pipa penghubung antara mata air di sana dengan gelas murid murid disini. (Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA Menteri Agama Republik Indonesia) Dalam diri manusia kedalam ada tujuh lapisan.
1. Yang kelihatan adalah dada (Sodrun). 2. Di dalam dada ada Hati (Qolbun).
3. Di dalam Hati ada Ruh (Ruhun).
4. Di dalam Ruh ada hidup “kehidupan” (Hayatun).
5. Di dalam kehidupan ada Sirrun (Rahasia).
6. Di dalam Rahasia ada ngilmun (ilmu).
7. Di dalam ilmu ada paham (Fahmun) orang yang tidak faham sulit di ajak untuk berkomunikasi.
Seseorang yang tidak mengerti suatu hal akan sulit untuk diberi tahu atau diberi informasi yang jelas. (Raden Bindoro Ali Muhsin Rofiey Notonegoro, Ama,Spd I)
Ketika bingkai kehidupan kapitalisme dan materialisme yang berada di paradigma positivisme dan post positivisme yang saat ini mendominasi dengan ideologi pasarnya, pendidikan seolah-olah hanya sekadar sebagai proses penyesuaian peserta didik untuk masuk dalam arus pasar (industrialisasi) yang berkembang.
Akibatnya, pendidikan tidak lagi sebagai sarana bebas dan otonom dalam memberikan pemahaman tentang nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, pembebasan dan lain-lain, melainkan hanya mengarah pada kepentingan-
kepentingan pragmatis politik-ekonomi tertentu. Bahkan, moralitas dan nilai-nilai kebajikan yang selama ini menjadi substansi dan dasar pendidikan telah mengalami degradasi, digantikan dengan semangat pragmatisme ekonomi dan politik.
Padahal Pendidikan juga sepenuhnya membebaskan tidak hanya untuk bekal keahlian, namun bekal kebebasan untuk menjadi manusia yang memiliki pemahaman yang baik dan luas tentang dunianya dan dunia di sekitarnya.
Problematika di atas dalam bedah kritis tampak belum ada langkah ilmiah yang sistematis berbasis filosofis Islami yang disepakati sebagai landasan untuk menggagas wacana-wacana pemikiran alternatif. Karena itu, telaah kritis reflektif atas problematika epistemologis adalah tidak hanya menjadi driving force ke depan untuk diskursus paradigma integralistik menuju elemen ontologis, epistemologis, metodologis dan aksiologis yang holistik.
Akan tetapi, juga menghimbau kepada para cendekiawan untuk membangun sebuah “jembatan epistemologis” untuk menyeberang ke ranah worldview, sehingga kelak tidak lagi captive mind terhadap eurosentris dan paradigma Barat.
Harapan ada ditangan pendidik dan peserta didik, karena “Guru” dan “murid” adalah komponen inti dari proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Dalam mencapai tujuan proses pendidikan relasi guru dengan murid menjadi penentu, hanya saja interaksi dalam proses belajar mengajar sangat diperankan oleh seorang guru.
Hal ini terlihat dalam teori pembelajaran behavorisme yang sangat menentukan guru yang hanya mempelajari psikologi empiris-positif. Karena itu, problematika hubungan guru dengan murid sering kali mengalami diskomunikasi sehingga ranah tujuan pembelajaran tidak tercapai, yang pada akhirnya mutu dan standar pendidikan tidak tercapai, padahal untuk tercapainya kualitas pembelajaran, maka kajian komunikasi pembelajaran dibangun secara efektif.
Sebagai bukti profesionalisme guru untuk mencari tipe-tipe belajar dalam proses pembelajaran, di mana seorang pendidik sangat strategis dan berfungsi sebagai ujung tombak terjadinya perubahan (the agent of change) dari belum bisa menjadi bisa, dari belum menguasai menjadi menguasai dan belum mengerti menjadi mengerti.
Bahkan keberhasilan perubahan suatu kualitas pengajaran suatu lembaga pendidikan apa pun tergantung kepada keberhasilan kualitas pendidiknya, Artinya Kualitas belajar murid dan lulusannya banyak ditentukan oleh keberhasilan seorang guru dalam mengelola kelas.
Sehebat apa pun rencana dan tujuan yang ingin dicapai di atas kertas semuanya akan ditentukan guru dalam ruangan ukuran 6×8 meter (kelas). Pengelolaan kelas dapat terlaksana dengan maksimal apabila guru sebagai manajer dapat melaksanakan komunikasi yang efektif di dalam kelas, hal ini dapat terlaksanaapabila guru sebagai manajer mengaktualisasikan tahapan-tahapan manajerial dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
Guru dengan murid dalam proses pembelajaran dapat membentuk hubungan yang baik dan efektif. Analisa ini menjadi urgen dalam melihat relasi guru dengan murid dalam perspektif pendidikan Islam, yang kemudian memiliki nilai-nilai profetik dalam pembelajaran.Guru harus menjadi teladan yang baik untuk menyambut bonus demografi, karena mereka memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan keterampilan generasi muda, yang akan menjadi tumpuan bangsa di masa depan.
Keteladanan guru dapat mendorong murid untuk menjadi individu yang bertanggung jawab, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan dunia kerja di era digital. Bonus demografi adalah periode di mana suatu negara memiliki proporsi penduduk usia produktif yang tinggi. Untuk memaksimalkan potensi bonus demografi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan dunia kerja.
Guru berperan penting dalam mempersiapkan generasi muda dengan keterampilan dan pengetahuan yang relevan. Guru harus menjadi teladan yang baik untuk menyambut bonus demografi. Keteladanan guru sangat penting dalam membentuk karakter dan keterampilan generasi muda, yang akan menjadi tumpuan bangsa di masa depan. Dengan menjadi teladan, guru dapat membantu murid menjadi individu yang bertanggung jawab, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan dunia kerja di era digital.
Guru harus memiliki pandangan futuristik agar mampu mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan. Pandangan futuristik ini mencakup kemampuan untuk melihat perubahan, memahami teknologi baru, dan mempersiapkan siswa untuk menjadi problem solver yang inovatif dan adaptif. Wahai generasi Z Rengkuhlah masa depan dengan semangat dan ketekunan, kuasai ilmu pengetahuan dan teknologi, teruslah berinovasi dan berkontribusi untuk meraih kegemilangan masa depan.
Billahitaufiq Wal Hidayah