Pemimpin Idaman Yang Ideal Butuh Bujangga

Oleh Muhammad Ali Muhsin Rofiey Notonegoro, Ama.Spd.I. 

Wakil Sekretaris MD KAHMI Kabupaten Pamekasan. 

Pada titik genting krisis multidimensi, para pemimpin seperti kehilangan rasa krisis dan rasa tanggung jawab.  Kepemimpinan eksekutif, legislatif, dan yudikatif lebih memedulikan “apa yang dapat diambil dari apa yang sudah kita menangkan ”, bukan “ apa yang dapat diberikan pada kepada masyarakat ”.

Kepemimpinan hidup dalam penjara “narsisme” yang tercerabut dari suasana kebatinan rakyatnya. Para pemimpin kita terjebak dalam ‘short-termism,’ di mana segala sesuatu harus diselesaikan untuk keuntungan hari ini saja,Dalam kondisi terburuknya, pola pikir jangka pendek dapat mengarah pada perilaku yang tidak etis atau ilegal. Namun, bahkan dalam kondisi terbaiknya, pola pikir jangka pendek dapat menghambat jalan pemimpin menuju kesuksesan (Raden Bindoro Ali Muhsin Rofiey Notonegoro, Ama.Spd.I.,).

Tingginya biaya kekuasaan membuat banyak partai lebih mendukung orang semenjana  yang populer dan berani bayar ketimbang orang eksentrik yang tidak  bermodal. Ada juga paradoks antara preferensi pada pemilihan langsung yang mengarahkan masyarakat menuju individualisme dengan ketiadaan pranata sosial yang dapat mengembangkan otonomi dan karakter individu.

Menurut John Stuart Mill, kreativitas sosial memerlukan tumbuhnya eksentrisitas. Lantas ia tambahkan, ”Jumlah eksentrisitas dalam suatu masyarakat pada umumnya proporsional dengan jumlah genius, kekuatan mental, dan keberanian moral yang dikandung masyarakat tersebut.” Dalam lemahnya logika pencerahan, kepastian hukum, dan ekosistem kreativitas, ruang otonomi individu dipersempit oleh keharusan keguyuban. Kebanyakan individu tumbuh dengan mentalitas konformis, bukan subyek berdaulat yang bisa memilih atas dasar daya pikirnya dan melakukan pembelajaran untuk tidak belajar (meniru) dari tradisi buruk.

Pergeseran ke arah individualisme tanpa kekuatan individualitas melahirkan buih kerumunan di ruang publik. Mentalitas kerumunan tanpa kapasitas nalar publik inilah yang rentan dimanipulasi oleh mesin pencitraan dan politik uang atau dipersuasi oleh sentimen pemujaan identitas.Dalam situasi demikian, yang diperlukan bukanlah pemimpin konformis, yang gestur politiknya mengikuti ekspektasi kemapanan yang korosif. Yang dibutuhkan justru pemimpin eksentrik yang berani menawarkan pilihan berbeda dari arus utama.

Demokrasi individualisme di tengah mentalitas kerumunan menyuburkan dua  tipe pemimpin, *satu* mereka yang gila kuasa *dua* berkuasa gila. Padahal, yang cocok untuk memulihkan krisis dan membawa transformasi keadaan ke depan adalah pemimpin eksentrik ”  . Pemimpin yang ideal harus memiliki karakteristik yang kokoh, yaitu kejujuran, kecerdasan, dan keberanian, ketiga hal ini merupakan fondasi dalam menciptakan pemerintahan yang berintegritas dan bermanfaat bagi rakyat. Ia menegaskan bahwa kualitas-kualitas ini sangat penting dalam menjaga kredibilitas dan efektivitas seorang pemimpin. 

Jujur: Integritas sebagai Dasar Kepemimpinan Kejujuran adalah kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat. John C. Maxwell, mengatakan, “Kepercayaan adalah mata uang dalam kepemimpinan.” Tanpa kepercayaan, setiap kebijakan yang diambil oleh pemimpin akan diragukan dan dianggap tidak efektif. Misalnya, berbagai kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik menunjukkan pentingnya integritas dalam pemerintahan. Ketidakjujuran hanya akan menambah penderitaan rakyat dan merusak struktur sosial. Kejujuran adalah salah satu pilar utama yang harus dimiliki oleh pemimpin. Imam Al-Ghazali, menyatakan bahwa pemimpin harus memiliki hati yang bersih dan tidak menipu rakyatnya, karena kejujuran adalah syarat utama mencapai ketenangan dan kesejahteraan masyarakat. 

Khalifah Umar bin Khattab juga terkenal dengan integritasnya. Ia pernah berkata,“ Seandainya ada seekor keledai terperosok di jalanan Baghdad, maka aku takut Allah akan menanyai aku kenapa aku tidak meratakan jalan tersebut.” Ini menunjukkan betapa pentingnya tanggung jawab dan kejujuran seorang pemimpin dalam melindungi rakyatnya. 

Cerdas: Kepemimpinan yang Berbasis Pengetahuan Kecerdasan adalah syarat utama dalam menghadapi tantangan zaman. Pemimpin yang cerdas dapat menganalisis situasi, merumuskan kebijakan inovatif, dan melaksanakan solusi yang efektif. Plato, seorang filsuf Yunani, menegaskan bahwa pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dan pengetahuan dalam mengelola pemerintahan (The Republic). 

Al-Mawardi, menyebutkan bahwa kecerdasan adalah syarat utama seorang pemimpin ideal. Pemimpin harus memiliki pengetahuan luas agar mampu memerintah dengan baik dan adil. Wawasan yang dalam tentang agama, politik, serta kemampuan untuk memecahkan masalah kompleks menjadi modal utama bagi seorang pemimpin. Di tengah masalah kemiskinan dan ketidaksetaraan, pemimpin yang dapat membuat kebijakan berbasis data akan membawa perubahan berarti. Misalnya, Kebijakan yang berfokus pada peningkatan infrastruktur dan pendidikan berkualitas, dapat mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 

Berani : Keberanian dalam Mengambil Keputusan Keberanian adalah kemampuan untuk mengambil keputusan penting meski tidak selalu populer. Nelson Mandela pernah berkata, “Keberanian bukanlah ketiadaan ketakutan, tetapi kemampuan untuk mengatasinya.” Pemimpin yang berani mampu mendorong perubahan positif dan memperjuangkan keadilan sosial meski harus menghadapi tekanan. Dari sudut pandang filosofis, keberanian adalah kebajikan yang terletak di antara dua ekstrem: ketakutan dan kenekatan (Aristoteles, Nicomachean Ethics). 

Pemimpin yang berani menimbang risiko dan manfaat, bertindak demi kepentingan bersama. Keberanian dalam kepemimpinan ditegaskan oleh Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat Islam. Beliau pernah berkata,“Jangan takut pada kebenaran meskipun hal itu akan membahayakanmu.” Ini menunjukkan bahwa pemimpin harus berani mengambil keputusan yang benar, walau mungkin tidak populer atau berisiko bagi dirinya. Keberanian juga merupakan karakteristik penting dalam fiqh siyasah (politik Islam), di mana pemimpin dituntut bersikap tegas dan berani menghadapi ketidakadilan, sebagaimana dicontohkan oleh para sahabat Nabi. 

Artinya, kepemimpinan tidak hanya dilihat dari aspek duniawi, tetapi juga aspek spiritual. Seorang pemimpin harus sadar bahwa kepemimpinan adalah amanah serta tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh seorang pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Pemimpin dengan visi yang jauh ke depan perlu didukung oleh pujangga yang mencatat dan mendokumentasikan pemikiran serta gagasannya. 

Hal ini penting agar ide-ide tersebut tidak hanya menjadi wacana lisan, tetapi tertulis sebagai bagian dari sejarah yang bisa menjadi panduan bagi generasi mendatang. visi yang kokoh harus berakar pada nilai-nilai spiritual dan ilahi, bukan hanya ambisi politis semata. Dengan visi ini memiliki fondasi yang mendalam dan bisa memberi arah yang jelas bagi perjalanan kepemimpinan ke depan, serupa dengan bagaimana Kesultanan Mataram Islam bertahan lebih dari 400 tahun berkat visi yang kokoh. 

Dalam buku “The Power of Vision karya George Barna” untuk menjelaskan lebih jauh bahwa visi bukan hanya sekadar mimpi, tetapi merupakan wahyu dari Tuhan yang memiliki gambaran mental jelas tentang masa depan. “Visi itu cirinya yang pertama adalah ada gambaran mental yang jelas tentang masa depan yang jelas. Jadi, ada konsep, ada gambaran mentalnya. Itu memang imajinasi, tetapi visi, yang membedakannya dengan cita-cita atau obsesi, menurut George Barna, adalah bahwa visi itu diimpartasikan atau ditanamkan atau diwangsitkan oleh Tuhan,”Visi ilahi berbeda dengan visi politis yang berdasarkan ambisi pribadi. Visi illahi harus menjalani topo broto, atau meditasi, sebagai bagian dari proses spiritual untuk mendapatkan inspirasi ilahi.Last but not least, Jalan pemimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin adalah jalan yang menderita.” Menurut Mohammad Roem,  Dalam bahasa Belanda, ada dua kata yang berbunyi sama, tapi ditulis berbeda: leiden (memimpin) dan lijden (menderita)” (Mohammad Roem, Prisma, No. 8, 1977).

Billahitaufiq Wal Hidayah Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *