Ekspos.id, Pamekasan – Dunia pers di Kabupaten Pamekasan kembali tercoreng, seorang wartawan media online berinisial AH diduga mengalami intimidasi oleh oknum salah satu ketua komunitas jurnalis di Pamekasan dan sebagai koordinatir media pada acara di Gudang Tembakau Bawang Mas, Desa Peltong, Kecamatan Larangan, Pamekasan, saat menjalankan tugas jurnalistik. Minggu (17/8).
Peristiwa itu bermula saat AH duduk di taman gudang Bawang Mas, lalu tiba-tiba dipanggil oleh KHA, yang dikenal luas sebagai Ketua salah satu asosiasi wartawan di Pamekasan sekaligus figur yang kerap mengklaim membela kepentingan jurnalis.
Ironisnya, alih-alih menunjukkan sikap membela kebebasan pers, KHA justru tampil di barisan yang menekan dan mengintimidasi sesama profesinya sendiri, pemanggilan itu terjadi setelah berita tentang keluhan warga yang usahanya terganggu akibat aktivitas gudang dipublikasikan, pertemuan yang semestinya bisa dijadikan ruang klarifikasi, justru berubah menjadi ajang tekanan.
“Saya diajak masuk ke sebuah ruangan. Di sana sudah ada beberapa rekan wartawan senior, termasuk kuasa hukum Bawang Mas, tiba-tiba KHA menggebrak meja dan menendang kursi di depan saya, nada bicaranya keras, bahkan bernada ancaman,” tutur AH.
Ancaman itu dilontarkan terang-terangan. “Kenapa kamu nulis terkait perkiraan itu? Maumu apa? Kok tidak menghargai saya, juga tanpa konfirmasi, tak pukul di sini kamu!” bentak KHA sambil menendang kursi, sebagaimana ditirukan AH.
Padahal, AH mengaku sudah berupaya melakukan konfirmasi sebelum berita tayang. “Saya sudah coba hubungi, tapi beliau sibuk di gudang, dalam pemberitaan juga sudah saya jelaskan dalam paragraf terakhir bahwa upaya konfirmasi sudah dilakukan,” tegasnya.
Insiden ini memantik keprihatinan kalangan jurnalis Pamekasan. Ca’ Ma’il, wartawan senior, menilai intimidasi terhadap wartawan adalah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kalau wartawan diintimidasi, bagaimana publik bisa mendapatkan informasi yang benar? Ini preseden buruk, bukan hanya bagi pers, tetapi juga bagi demokrasi,” ujarnya.
Lebih jauh, keterlibatan KHA menimbulkan tanda tanya besar. Bagaimana mungkin seorang wartawan bahkan Ketua salah satu perkumpulan wartawan di Pamekasan, justru tampil sebagai aktor intimidasi terhadap sesama profesi? Peran KHA dalam pusaran Gudang Bawang Mas kini dipertanyakan publik, apakah ia hadir sebagai jurnalis yang menjaga independensi, atau sebagai bagian dari kepentingan pemilik gudang?
Sejumlah tokoh masyarakat bahkan mengingatkan agar pemilik Gudang Bawang Mas tidak salah menaruh kepercayaan. “Kalau sosok yang mestinya membela kebebasan pers justru menjadi bagian dari tekanan, ini bahaya, bisa-bisa gudang induk BM semakin jauh dari kontrol publik,” ungkap salah seorang tokoh.
Kemarahan publik juga mengarah pada praktik keberpihakan yang ditunjukkan KHA, dalam situasi ini, posisinya menjadi rancu: apakah masih pantas menyandang predikat Ketua kominitas wartawan, atau justru berubah menjadi juru bicara tak resmi pemilik gudang? Sikapnya yang menekan wartawan jelas mengikis marwah profesi dan menodai independensi pers.
Intimidasi terhadap wartawan bukan sekedar persoalan pribadi, melainkan ancaman terhadap hak masyarakat untuk tahu, dan keterlibatan KHA di dalamnya menambah bobot masalah: ketika garda terdepan pers justru berbalik menjadi pahlawan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya keselamatan seorang wartawan, tetapi juga masa depan kebebasan pers di Pamekasan. (rina)