Ekspos.id, Sumenep – Sebanyak 40 pasang sapi meriahkan ajang Karapan Sapi Hias atau yang dikenal dengan sebutan Sapi Tangghek di Desa Langsar, Kampung Cemmanis, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep. Acara adat ini digelar sebagai bentuk nadar sekaligus hiburan rakyat, dan menjadi momentum tahunan yang sudah melekat dalam budaya masyarakat setempat, 13 September 2025.
Pembukaan resmi dilakukan oleh tuan rumah, Bapak Saleh, yang juga menurunkan sapi kebanggaannya bernama Raksah Salapangan dengan nomor keleles 1. Suasana semakin meriah dengan iringan tarian tradisional dan musik khas Madura, Saronen, yang menggema di tengah antusiasme masyarakat.
“Peserta kali ini datang dari lima desa, yakni Desa Topote, Desa Tanjung, Desa De’dek Temur, Desa Tana Mira, dan Desa De’dek Berek,” ujar Bapak Musder, selaku panitia penyelenggara. Ia menjelaskan, jalannya acara berlangsung tertib, di mana sapi-sapi dilepas dari arah timur ke barat dengan diiringi musik tradisional sebelum satu per satu dilombakan.
Sebagai wujud apresiasi, panitia menyediakan hadiah berupa sarung BHS atau samper, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta.
Kepala Desa Langsar, Didik Supriono, dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Himpunan Mahasiswa Peternakan Universitas Madura (Unira) yang turut hadir mendukung kegiatan tersebut.
“Tradisi ini sudah menjadi identitas adat kami. Harapan saya, anak muda dan dunia pendidikan ikut menjaga serta melestarikannya. Apalagi di Madura, hanya Universitas Madura yang memiliki jurusan peternakan, dan ini menjadi kesempatan besar untuk generasi muda agar bisa menyentuh tradisi dengan sentuhan ilmu pengetahuan,” jelasnya.
Perwakilan (Himapet) Himpunan Mahasiswa Peternakan Unira, Rozak, menegaskan komitmennya dalam mendukung kegiatan budaya Madura.
“Kami berpartisipasi dalam kegiatan turun lapang untuk sosialisasi budaya Madura melalui karapan sapi hias ini. Harapan kami, tradisi Sapi Tangghek semakin dikenal luas, diminati generasi muda, dan tidak punah,” ucapnya.
Karapan Sapi Hias di Desa Langsar sendiri digelar tiga kali dalam setahun, dan selalu menjadi momentum yang ditunggu-tunggu masyarakat. Selain melestarikan budaya, acara ini juga mempererat tali silaturahmi antarwarga dan menjadi simbol identitas budaya Madura. (lidi)