Ekspos.id, Pamekasan — Mengejutkan, suasana haru dan bahagia menyelimuti para Pedagang Kaki Lima (PKL) usai melakukan audiensi panjang dengan Bupati Pamekasan di Pendopo Ronggosukowati. Setelah melalui diskusi hangat dan penyampaian aspirasi secara langsung, Bupati akhirnya memberikan izin resmi sementara kepada para PKL untuk kembali berjualan di depan Pendopo Ronggosukowati, mulai pukul 16.00 WIB sore sampai pukul 24.00 WIB setiap hari, dengan syarat tetap menjaga ketertiban, kebersihan, dan keindahan kota.
Keputusan ini menjadi kabar gembira bagi ratusan PKL eks arek lancor yang sebelumnya terpaksa pindah ke kawasan food colony, lokasi yang mereka nilai sepi, atau rombongnya yang masih tetap di rumah dan tidak mampu menopang kebutuhan ekonomi sehari-hari. Dalam audiensi yang berlangsung terbuka hari Rabu sore sekitar pukul 15.00, Bupati mendengarkan satu per satu keluhan pedagang, mulai dari turunnya pendapatan, lokasi relokasi yang kurang strategis, hingga sulitnya akses pembeli.
“Saya mendengar langsung suara panjenengan semua. Kalau memang lokasi lama di depan pendopo lebih membawa rezeki dan tidak menimbulkan masalah besar, saya izinkan kembali berjualan di sana. Tapi dengan catatan: harus tertib, bersih, dan tidak mengganggu lalu lintas,” ujar Bupati di hadapan perwakilan PKL, Rabu (29/10/2025).
KH. Kholilurrahman, menjelaskan bahwa tempat berjualan para PKL di depan Pendopo Ronggosukueati ini hanyalah sifatnya sementara, bukan selamanya, karena kami akan memperbaik foodclony dan akan menata kembali kepada yang lebih indah dan menarik, agar menjadi ikon Pamekasan sebagai pusat kuliner, masakan khas Pamekasan.
Audiensi tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat Pemkab Pamekasan, Bupati dan Wakik Bupati Pamekasan, perwakilan Dinas koprasi dan UMKM, Satpol PP, dishub, asisten. Para PKL datang dengan sikap tertib, “Kami Hanya Ingin Mencari Nafkah di Tanah Sendiri.”
Dalam forum tersebut, Ketua Paguyuban PKL Eks-Arlan, Bangbang Widyatmo (Mas Gndrong), menyampaikan bahwa relokasi ke food colony tidak efektif karena minim pengunjung. Menurutnya, pedagang justru merugi sejak dipindahkan.
“Kami bukan menolak penataan, tapi kami ingin ditempatkan di lokasi yang bisa membuat kami hidup. Kami juga warga Pamekasan yang ingin tertib dan menjaga keindahan kota,” ucap mas gondronh dengan nada haru.
Pernyataan itu mendapat tepuk tangan dari peserta audiensi. Beberapa pedagang perempuan bahkan meneteskan air mata saat mendengar Bupati menyetujui permintaan mereka. Untuk berjualan sementara karena kata Bupati tempat sebelumnta Food Clony akan di renovasi sesuai dengan permintaan masyarakat atau para PKL.
Langkah Bupati ini dipandang sebagai kebijakan berani dan humanis. Di tengah situasi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya, pemerintah memilih membuka ruang kompromi ketimbang melakukan penertiban keras.
Bupati menegaskan bahwa Pendopo Ronggosukowati bukan tempat eksklusif untuk pejabat, melainkan simbol kebersamaan antara pemerintah dan rakyat.
“Pendopo ini milik rakyat. Kalau di depan pendopo ada rakyat yang berjuang mencari rezeki dengan cara halal dan tertib, itu bukan masalah. Yang penting jangan mengotori, jangan menutup jalan, dan jangan menimbulkan konflik baru,” tegasnya.
Untuk menjaga ketertiban, Pemkab Pamekasan menetapkan sejumlah aturan teknis. Jam operasional PKL dibatasi hingga pukul 24.00 malam, jenis dagangan yang diperbolehkan adalah makanan dan minuman ringan, serta setiap pedagang wajib menyediakan tempat sampah sendiri.
Selain itu, Dinas Koprasi dan UMKM Pamekasan bersama Satpol PP akan melakukan pengawasan rutin dan memberikan pembinaan agar aktivitas perdagangan tidak menimbulkan kekacauan atau kesemrawutan.
Kepala Satpol PP Pamekasan menyebut pihaknya akan mengutamakan pendekatan persuasif, bukan tindakan represif seperti masa lalu.
“Kami tidak ingin lagi ada gesekan. Kami akan jadi mitra para pedagang, bukan musuh,” ujarnya.
Para PKL menyambut keputusan tersebut dengan penuh syukur. Mereka menilai Bupati telah membuktikan kepemimpinan yang berpihak kepada rakyat kecil. Usai audiensi, beberapa pedagang langsung memberitahukan kepada teman-teman yang lain tidak ikut audensi, bahwa kita bisa berjualan mulai besok sore (hari kamis sore).
“Alhamdulillah, tangisan bahagia para PKL sambil mengatakan KH.Kholilurrahman Bupati yang Bijak dan sangat perhatian kepada rakyat kecil. Sehingga akhirnya kami bisa berjualan lagi di tempat yang ramai. Kami akan patuh dengan aturan yang ditetapkan. Kami juga siap menjaga kebersihan dan ketertiban,” kata Bak mery, salah satu pedagang eks arek lancor.
Keputusan ini juga menuai dukungan luas dari masyarakat dan tokoh daerah. Pengamat kebijakan publik, Abuyanewsofficial, menyebut langkah Bupati sebagai contoh kepemimpinan yang mendengar aspirasi rakyat secara langsung.
“Kebijakan ini menunjukkan adanya empati pemerintah. Audiensi bukan sekadar formalitas, tapi benar-benar dijadikan ruang dialog untuk solusi,” ujarnya.
Bahkan sebagian warga menilai, kehadiran PKL di sekitar pendopo justru membuat suasana kota lebih hidup, terutama di malam hari. Kawasan itu diharapkan bisa menjadi destinasi kuliner rakyat yang tertata dan menarik bagi wisatawan lokal.
Dengan keluarnya izin resmi sementara bagi PKL untuk kembali berjualan di depan Pendopo Ronggosukowati, Pamekasan menorehkan babak baru dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat kecil. Kebijakan ini bukan hanya soal izin berdagang, melainkan simbol dari keterbukaan, empati, dan keberpihakan pada mereka yang selama ini bertahan dengan kerja keras di jalanan.
Kini, semua pihak berharap agar langkah baik ini dijaga bersama, agar Pamekasan tidak hanya dikenal karena keindahan kotanya, tetapi juga karena pemerintahannya yang adil, bijak, dan berpihak pada rakyat kecil. (Rina)

 
									