Kepemimpinan sosok Dr. KH. Kholilurrahman sering menjadi simbol harapan tersebut, seorang figur religius, santun, namun tegas dalam prinsip. Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang ideal, beliau menekankan pentingnya “satu komando” dalam menjalankan arah pembangunan dan kebijakan daerah. Sebuah prinsip yang menolak keras adanya kepentingan politik dan pribadi yang justru bisa menghambat kemajuan Pamekasan.
Pamekasan pernah dikenal sebagai salah satu daerah dengan tradisi pendidikan yang kuat di Madura. Julukan kota pendidikan bukan sekadar label, tetapi cerminan dari kultur keilmuan, pesantren yang berakar ratusan tahun, sekolah-sekolah yang melahirkan tokoh besar, serta masyarakat yang menghargai guru dan ilmu. Namun, pelan tapi pasti, predikat itu mulai memudar.
Hari ini, ketika berbicara tentang kualitas pendidikan di Pamekasan, publik lebih sering membahas masalah-masalah klasik: data amburadul, ketidaktertiban administrasi, kualitas guru yang belum merata, tekanan jabatan, hingga polemik mutasi dan bantuan pendidikan yang tidak transparan. Semua ini membuat kita seolah berjalan menjauh dari identitas besar yang pernah kita banggakan.
Karena itu, kebutuhan untuk mengembalikan Kabupaten Pamekasan sebagai Kota Pendidikan bukan hanya romantisme masa lalu, melainkan sebuah panggilan untuk bangkit dan berbenah secara serius.
Mutasi Kepala Dinas Pendidikan di Kabupaten Pamekasan kembali menjadi sorotan publik. Setiap pergantian pucuk pimpinan di sektor pendidikan selalu menimbulkan pro dan kontra, terutama karena pendidikan adalah jantung pembangunan daerah dan di Kenal dengan kota pendidikan serta segudang pondok pesantren di kenal dengan kota santri. Banyak yang mempertanyakan alasan mutasi ini karena kadis yang baru dianggap kurang layak memimpin, sementara sebagian lainnya menilainya sebagai penyegaran yang diperlukan. Namun apa pun kontroversinya, yang paling penting bukan siapa yang diganti, tetapi apa yang akan dilakukan oleh pejabat baru untuk membenahi dunia pendidikan Pamekasan yang masih menyimpan banyak pekerjaan rumah.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Bila salah kelola, dampaknya terasa bertahun-tahun. Karena itu, Kepala Dinas baru tidak boleh terpaku pada polemik mutasi, ia harus menjawabnya dengan gebrakan nyata yang mampu mengubah wajah pendidikan Pamekasan.
perlu adanya Reformasi transparansi bukan hanya kebutuhan administratif; itu adalah langkah moral untuk memastikan setiap rupiah anggaran pendidikan sampai kepada yang berhak. Tanpa keterbukaan, pendidikan di Pamekasan akan terus berjalan dalam kabut ketidakpastian. Namun dengan reformasi yang serius, Pamekasan dapat menjadi daerah yang membangun pendidikan bukan hanya dengan anggaran, tetapi dengan integritas.
Jika pemerintah berani melangkah, para pendidik siap menjalankan, dan masyarakat turut mengawasi, maka transparansi bantuan pendidikan bukan lagi mimpi, melainkan kepastian.
1. Menyelesaikan Persoalan Data Pendidikan yang Kerap Amburadul
Data pendidikan adalah fondasi dari seluruh perencanaan pembangunan sumber daya manusia. Tanpa data yang akurat, pemerintah hanya berjalan dalam kegelapan: kebijakan menjadi tidak tepat sasaran, anggaran salah alokasi, dan problem lama terus diwariskan ke generasi berikutnya. Sayangnya, di Kabupaten Pamekasan, persoalan data pendidikan yang amburadul bukan lagi isu baru melainkan masalah klasik yang terus berulang.
Mulai dari data siswa yang tidak sinkron, jumlah guru yang tidak sesuai kebutuhan lapangan, hingga data infrastruktur sekolah yang jauh dari realitas, semua ini menunjukkan bahwa kita masih belum menempatkan pendataan sebagai tulang punggung manajemen pendidikan. Akibatnya, banyak program bagus akhirnya tidak efektif atau bahkan salah sasaran.
Salah satu masalah paling sering dikeluhkan adalah data pendidikan yang tidak akurat, baik terkait siswa, guru, sarpras, hingga bantuan. Data yang kacau membuat kebijakan sering meleset dari kebutuhan sebenarnya.
2. Reformasi Transparansi Bantuan Pendidikan
Transparansi bantuan pendidikan menjadi salah satu isu yang paling sering memantik kritik publik di Kabupaten Pamekasan. Berbagai program bantuan seperti BOS, pengadaan buku paket, beasiswa, bantuan sarpras, bantuan laptop, hingga bantuan afirmasi untuk siswa kurang mampu sering kali berjalan tanpa kejelasan informasi yang memadai. Tidak sedikit masyarakat yang mengeluhkan proses pendataan yang tertutup, penerima yang tidak tepat sasaran, atau ketidakjelasan alur pengelolaan anggaran di tingkat sekolah.
Padahal, jika berbicara tentang pembangunan manusia, pendidikan adalah sektor yang paling membutuhkan kepercayaan publik. Kepercayaan itu lahir dari tata kelola yang terbuka, jujur, dan dapat diakses oleh masyarakat. Di sinilah urgensi reformasi transparansi bantuan pendidikan di Pamekasan menemukan relevansinya.
Bantuan seperti BOS, BOP PAUD, hingga program beasiswa sering dipersepsikan tidak merata dan minim transparansi. Ini membuka celah kecurigaan publik.
Kepala Dinas harus:
– Membuka laporan penyaluran bantuan secara publik
– Diduga banyak terjadi jual beli proyek gedung sekolah sehingga tidak tepat sasaran
– Menetapkan sistem digital untuk pemantauan bantuan
– Mencegah intervensi dan permainan oknum di tingkat bawah
– Ketika bantuan tepat sasaran, kepercayaan publik meningkat.
– Jual beli mutasi kepala sekolah
– Diduga banyak terjadi jual beli penhangkatan PPPK dan Sertifikasi Guru
– Diduga mengendapkan pencairan sergur
– Diduga jual beli buku paket yang tidak jelas arah penggunaannya dan regulasi tidak disesuaikan dengan kebutuhan lembaga
– Permainan pungutan pada soal ujian semester
Ada anggapan bahwa membuka data bantuan akan menimbulkan polemik dan kecemburuan. Padahal justru sebaliknya: keterbukaan akan menghilangkan kecurigaan. Ketika masyarakat melihat data penerima, mekanisme penyaluran, hingga laporan penggunaan dana secara jelas.
Maka kepercayaan publik meningkat, potensi penyimpangan mengecil, pemerintah dinilai lebih profesional, program bantuan menjadi lebih akuntabel. Transparansi bukan ancaman bagi sekolah atau dinas, tetapi kebutuhan untuk menjaga integritas pendidikan di Kabupaten Pamekasan agar tetap di kenal dengan pamekasan kota pendidikan dan kota santri.
3. Penataan Mutasi Guru dan Kepala Sekolah Secara Transparan
Ironisnya, mutasi pejabat sering diikuti polemik mutasi guru atau kepala sekolah. Publik menginginkan sistem yang adil dan bebas dari titipan dan tanpa jual beli jabatan.
Banyak kepala sekolah yang seharusnya fokus meningkatkan mutu pendidikan justru terjebak dalam tekanan psikologis: apakah jabatan mereka aman? Apakah mutasi berikutnya murni profesional atau ada permainan di belakang layar? Kegelisahan seperti ini muncul bukan tanpa alasan, melainkan karena pola mutasi dan promosi yang dianggap tidak sepenuhnya transparan.
Para kepala sekolah adalah ujung tombak keberhasilan pendidikan. Namun ketika jabatan mereka dipersepsikan sebagai hasil transaksi atau kepentingan tertentu.
Padahal, pendidikan membutuhkan ketenangan, kepastian, dan profesionalisme. Jika kepala sekolah hidup dalam bayang-bayang tekanan, maka kualitas kepemimpinan mereka pasti terganggu.
Kepala Dinas baru perlu:
– Menghilangkan praktik jual beli jabatan yang masih dibicarakan publik
Ini merusak moral pendidikan sejak akar kepemimpinan.
– Keputusan mutasi harus disertai indikator kinerja yang jelas dan dapat diakses publik. Setiap alasan, baik itu prestasi atau pelanggaran, harus dikomunikasikan.
– Promosi kepala sekolah harus berdasar pada penilaian prestasi, rekam jejak, kepemimpinan, dan kualitas manajerial, bukan kedekatan atau tekanan dari pihak tertentu.
– Menetapkan sistem mutasi berbasis kinerja dan kebutuhan
– Tim independen dari luar dinas pendidikan dapat dilibatkan dalam menilai kelayakan jabatan kepala sekolah.
– Kualitas sekolah negeri dan swasta yang tidak merata, Ada sekolah unggulan, tapi banyak yang tertinggal.
– Pesantren dan sekolah tidak sepenuhnya berjalan berkolaborasi
Padahal Pamekasan punya ribuan santri dan kekuatan keilmuan berbasis agama.
– Integrasi Potensi Pendidikan Formal dan Pesantren, Pamekasan punya kekayaan pesantren yang luar biasa. Inovasi berbasis kolaborasi akan menjadi keunikan daerah.
Pamekasan bukan sekadar daerah administratif. Ia adalah tempat di mana ilmu, moral, dan budaya tumbuh dalam satu tarikan napas. Mengembalikan Pamekasan menjadi kota pendidikan adalah misi besar yang membutuhkan keberanian politik, integritas birokrasi, dan partisipasi masyarakat.
Jika kita berani berbenah dari hulu hingga hilir, maka Pamekasan tidak hanya akan kembali menjadi kota pendidikan, tetapi juga menjadi daerah yang melahirkan generasi berilmu, bermoral, dan berdaya saing tinggi.
4. Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah Pendidikan Harus Dibebaskan dari Tekanan
Jika Kepala Dinas dibebani tekanan dari luar, baik dari elite politik, aktor informal, atau kelompok berkepentingan, maka kebijakan pendidikan akan menjadi bias dan kehilangan ruh utamanya, mencerdaskan kehidupan masyarakat.
Independensi bukan soal gengsi jabatan, tetapi fondasi profesionalisme dan integritas.
Jika pendidikan adalah investasi masa depan, maka para pemimpin sekolah adalah kunci keberhasilannya. Mereka tidak boleh memimpin dengan rasa takut, curiga, atau berada dalam tekanan sistem yang tidak sehat.
Pamekasan membutuhkan keberanian untuk berbenah. Jika reformasi ditempuh secara serius, transparansi dijunjung tinggi, merit dijadikan dasar, dan tekanan informal dihilangkan maka kepala sekolah akan kembali bekerja dengan kepala tegak, bukan kepala tertunduk.
Dan ketika kepala sekolah bebas dari tekanan, pendidikan Pamekasan akan melangkah jauh lebih cepat menuju kemajuan yang selama ini hanya menjadi wacana.
Jika kita ingin pendidikan Pamekasan maju, maka Kepala Dinas harus bekerja dengan kepala tegak nom dengan rasa was-was akan intervensi. Dinas Pendidikan perlu dikelola oleh orang yang merdeka, profesional, berani menegakkan aturan, dan tidak tunduk pada kepentingan pribadi siapapun.
Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan pendidikan terbaik, dan itu hanya bisa terwujud bila pemimpinnya dibebaskan dari tekanan.
Membiarkan intervensi berarti mematikan masa depan anak-anak Pamekasan. Menghapus intervensi berarti menghidupkan kembali harapan dan cita-cita masa depan generasi kota pendidikan.
5. Menata Infrastruktur Pendidikan Secara Prioritas
Infrastruktur pendidikan adalah fondasi bagi terciptanya proses belajar yang berkualitas. Gedung yang layak, ruang kelas yang aman, toilet yang sehat, fasilitas teknologi, hingga lingkungan yang nyaman adalah bagian dari hak dasar setiap siswa. Namun realitas di Kabupaten Pamekasan menunjukkan bahwa kondisi infrastruktur pendidikan masih timpang, ada sekolah yang maju dan lengkap, tetapi tak sedikit pula sekolah yang ruang kelasnya rusak, perpustakaannya kosong, bahkan fasilitas sanitasi dan air bersihnya tidak memadai.
Bukan persoalan politik kepentingan karena tidak mendukung pada waktu masa mencalonkan sebagai Bupati dan ego kelompok. Akan tetapi bagaimana pendidikan menjadi pondasi utama dan tujan utama untuk kemajuan pendidik di Pamekasan
Ketimpangan ini menjadi penghalang bagi pemerataan kualitas pendidikan. Maka, menata infrastruktur pendidikan secara prioritas dan merata bukan lagi sekadar kebutuhan teknis, tetapi agenda strategis untuk masa depan Pamekasan.
Masih banyak sekolah di Pamekasan yang belum layak, ruang kelas rusak, bahkan kekurangan fasilitas dasar. Kepala Dinas baru harus membuat skala prioritas yang jelas.
Langkah strategis:
– Pemetaan kondisi sekolah secara riil
– Prioritas pembangunan pada sekolah paling terdampak
– Menyelesaikan sengketa tanah yang berkepanjang di SD Tamberruh batumarmar
– Pengawasan ketat proyek sarpras agar tidak terjadi penyimpangan
– Sarana yang baik menciptakan proses belajar yang nyaman dan aman.
Beberapa sekolah di Pamekasan telah memiliki fasilitas representatif, namun di banyak wilayah lainnya masih ditemukan: ruang kelas retak bahkan hampir ambruk, lantai dan atap yang rusak parah, toilet tidak layak atau tidak berfungsi, kekurangan meja–kursi, minimnya fasilitas TIK dan internet,lingkungan belajar yang tidak aman dan tidak nyaman.
Ketika kondisi seperti ini dibiarkan, maka kualitas belajar siswa pasti terdampak. Guru pun bekerja dalam kondisi yang tidak ideal. Ironisnya, daerah yang sangat membutuhkan perhatian justru sering tertinggal karena perencanaan tidak berbasis prioritas.
Pamekasan bukan hanya kota, ia adalah kabupaten yang terdiri dari banyak desa dengan karakter berbeda. Pendidikan yang baik tidak boleh hanya dinikmati bagian tertentu saja. Pemerataan diperlukan untuk: mengurangi kesenjangan antar wilayah, memastikan setiap anak mendapatkan hak pendidikan yang sama, meningkatkan kualitas SDM secara luas, mendukung pembangunan daerah yang inklusif.
Ketika pemerataan dilakukan, Pamekasan tidak hanya membangun gedung, tetapi membangun masa depan yang adil.
Menata infrastruktur pendidikan bukan soal proyek pembangunan, tetapi investasi peradaban. Pamekasan akan maju jika sekolah-sekolahnya kuat. Dan sekolah akan kuat jika fasilitasnya layak dan merata.
Ketika kita memastikan setiap anak, di kota maupun desa, belajar di ruang yang aman dan nyaman, maka kita sedang menulis masa depan Pamekasan dengan tinta keadilan dan harapan.
Jika Pamekasan ingin benar-benar menjadi daerah pendidikan, maka penataan infrastruktur harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar wacana, tetapi aksi nyata.
Kontroversi Bisa Reda, tetapi Kinerja Harus Bicara
Mutasi Kepala Dinas Pendidikan memang menimbulkan banyak kontroversi. Namun polemik tidak perlu diperpanjang. Publik lebih menunggu bukti daripada drama. Kepala Dinas baru harus menjawab segala kritik dengan kerja cepat, sistematis, dan transparan.
Jika ia mampu menghadirkan gebrakan nyata, mulai dari pembenahan data, transparansi bantuan, peningkatan kualitas guru, hingga digitalisasi dan penataan sarpras, maka pendidikan Pamekasan akan melangkah jauh lebih maju.
Kontroversi akan hilang, tetapi kemajuan akan tinggal.
Kini saatnya Kepala Dinas Pendidikan membuktikan bahwa mutasi ini benar-benar untuk kemajuan Pamekasan, bukan sekadar perpindahan jabatan.
Divisi Pemantau Kebijakan Publik Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) Wilayah Pamekasan
