Mempertahankan ilmu, akhlak, dan hukum Syariah adalah tanggung jawab bersama. Dengan menjaga nilai-nilai ini, masyarakat dapat mencapai kemajuan, keadilan, dan kesejahteraan.“Akhlak merupakan ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya dituju oleh perbuatan manusia. Akidah, Syariah, dan Akhlak merupakan kesatuan yang integral dalam kepribadian seorang Muslim-Mukmin,”.
Akhlak sangat diperhatikan dalam Islam. Dalam Al-Quran dijumpai banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang akhlak, diantaranya akhlak berbicara (QS. 17:53), akhlak berjalan (QS. 17:37) akhlak terhadap anak yatim (QS. 4:36), akhlak kepada orang tua (QS. 31:15), akhlak kepada karib kerabat (QS. 4:36) , akhlak kepada saudara dan tetangga (QS. 4:36), akhlak kepada kaum (bangsa) lain (QS. 49:11), sampai akhlak dalam memperlakukan binatang (QS. 5:2).
AKHLAK (أخلاق) berasal dari kata Arab, yaitu sebuah istilah agama yang digunakan untuk menilai perbuatan manusia, baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jika kata ini dikaitkan dengan kata “ilmu” sehingga menjadi ilmu akhlak, maka akhlak menjadi sebuah bidang ilmu pengetahuan agama Islam yang memberikan tuntunan kepada manusia tentang cara-cara berbuat baik dan menghindarkan perbuatan buruk.
Etika dan moral adalah dua istilah yang berasal dari bahasa asing. Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ethos”, yang berarti adat, watak atau kesusilaan. Etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada, karena etika merupakan suatu ilmu. Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin, yaitu “mos”, yang juga berarti adat atau cara hidup. Moral digunakan untuk memberikan kriteria perbuatan yang sedang dinilai. Moral bukanlah sebuah ilmu, tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.
– Kesopanan adalah bahasa Indonesia, yang artinya “tenang, beradab, baik, dan halus baik dalam perkataan maupun perbuatan. Suatu ketika KH. Bahauddin Nursalim bercerita ketika putra beliau minta uang untuk beli jajan,maka beliau minta di bangunkan meski sedang tidur bahkan beliau sempat di tegur oleh istrinya karena kesannya mengajarkan tidak sopan pada putra beliau dan beliau berkata “.
– Hukum Syariah itu di atas Akhlak ” karena anak itu tanggung jawab kita (orang tua) ” Gus Baha.
– Ilmu adalah pengetahuan yang disusun secara sistematis dan terbukti kebenarannya, berdasarkan metode ilmiah. Ilmu merupakan usaha manusia untuk memahami dunia dan lingkungannya.
Imam Abu Ishak As-Syirazi dalam Al- Luma’ fî Ushûlil Fiqih (Jakarta: Darul Kutub Al-Islamiyyah, 2010) halaman 4 menyebutkan bahwa secara definitif.
Ilmu dimaknai sebagai berikut:
فأما العلم فهو معرفة المعلوم على ما هو عليه. وقالت المعتزلة: هو اعتقاد الشيء على ما هو به مع سكون النفس إليه وهذا غير صحيح لأن هذا يبطل باعتقاد العاصي فيما يعتقده
“Ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan apa adanya (kenyataan), sedangkan kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa ilmu ialah meyakini sesuatu sesuai dengan apa yang memuaskan hati seseorang. Definisi ini keliru karena bisa saja seorang pendosa meyakini bahwa ia berbuat benar.”
Al-ghazali berpendapat bahwa akhlak bukan sekedar perbuatan, bukan pula sekedar kemampuan berbuat, juga bukan pengetahuan. Akan tetapi, akhlak harus menggabungkan dirinya dengan situasi jiwa yang siap memunculkan perbuatan-perbuatan, dan situasi itu harus melekat sedemikian rupa sehingga perbuatan yang muncul darinya tidak bersifat sesaat melainkan menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Kesempurnaan akhlak sebagai suatu keseluruhan tidak hanya bergantung kepada suatu aspek pribadi, akan tetapi terdapat empat kekuatan didalam diri manusia yang menjadi unsur bagi terbentuknya akhlak baik dan buruk. Kekuatankekuatan itu ialah kekuatan ilmu, kekuatan nafsu syahwat, kekuatan amarah dan kekuatan keadilan diantara ketiga kekuatan ini.
Puncak dari beriman ialah menjadikan manusia memiliki moral yang baik (akhlak) dan melahirkan sebuah amal perbuatan yang memiliki efek positif dalam hubungan antar manusia. Ibadah yang merupakan sebagai institusi iman hal itu harus melahirkan sebuah konsekuensi pada amal perbuatan.
Dengan kata-kata lain, disamping bersifat serba transendental dan mahatinggi, menurut persepsi agama-agama samawi, tuhan juga bersifat etikal, dalam arti bahwa Dia menghendaki pada manusia tingkah laku yang akhlaki atau etis, bermoral (Nurcholis Madjid, 2008:61 ).
Para pemimpin negara, pemimpin masyarakat (Kepala Desa, Bupati, Gubernur dan Presiden) harusnya memberi contoh akhlak yang baik dan benar kepada masyarakat . Dalam buku “Interpreting the Qur’an: Towards a Contemporary Approach” oleh Abdullah Saeed, syariat dalam Islam adalah panduan hukum dan etika yang diambil dari Al-Quran, Hadis (tradisi dan tindakan Nabi Muhammad), ijtihad (analogi dan penalaran), serta konsensus umat Islam.
Secara umum, syariat mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk ibadah, moralitas, hukum pidana, hukum keluarga, dan lainnya. Kemudian, memandu cara seorang Muslim menjalani kehidupannya dan menjalankan kewajiban agamanya.Bagaimana caranya mempertankan akhlak mulia, mempertahankan ilmu dan Syariah itu. Tentu, jawabnya adalah sulit jika tidak mengetahui jalannya. Membangun akhlak mulia,mempertahankan ilmu dan Syariah adalah sama halnya dengan membangun atau membersihkan hati, ruh, atau jiwa. Sekedar menjadikan orang pintar mungkin saja dilakukan dengan cara dibuatkan sekolah. Akan tetapi membuat seseorang berhati bersih tidak cukup melalui sekolahan dan atau bahkan perguruan tinggi sekalipun.
Sebenarnya membangun akhlak mulia,mempertahankan ilmu dan Syariah sudah ada contoh, yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh para rasul dan nabi. Selain melalui contoh kehidupan nyata, yaitu kehidupan Nabi itu sendiri juga terdapat pedoman berupa kitab suci. Sosok seorang Nabi, sekarang sudah tidak ada lagi. Muhammad sebagai Nabi terakhir sudah wafat dan tidak akan lahir nabi baru. Akan tetapi, para ulama yang mampu menjalankan keulamaannya adalah disebut sebagai pewaris para Nabi. Demikian pula kitab suci, hingga sekarang ini sudah dibukukan dengan sempurna dan bisa dibaca oleh siapapun pada setiap saat.
Oleh karena itu, membangun akhlak mulia,mempertahankan ilmu dan Syariah sebenarnya masih mungkin dilakukan, yaitu dengan cara mendekatkan masyarakat dan pemimpin dengan kitab suci, dengan tempat ibadah, dan dengan para tokoh yang bisa dijadikan tauladan. Membangun akhlak mulia,mempertahankan ilmu dan Syariah lewat cara-cara yang masih akan disusun, dalam arti menggunakan akal manusia biasa, hingga kini sebenarnya belum tersedia sejarah yang berhasil. Membangun akhlak mulia,mempertahankan ilmu dan Syariah harus dilakukan oleh orang yang menyandang akhlak, mempertahankan ilmu dan Syariah yang dimaksudkan itu.
KESOPANAN LEBIH TINGGI NILAINYA DARI PADA KECERDASAN ( RKH.ABDUL MAJID)
Billahitaufiq Wal Hidayah Wallahu a’lam
Oleh Muhammad Ali Muhsin Rofiey Notonegoro, Ama.Spd.I.
Wakil Sekretaris MD KAHMI Kabupaten Pamekasan.