Tentu bagi kita sudah linear (tidak asing lagi) dengan kata mahasiswa yang kerap kita artikan secara formalitas yaitu peserta didik, arti mahasiswa secara etimologi berasal dari 2 kata, maha yang berarti (tinggi) derajatnya dan siswa yang berarti (pelajar). Di Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan mahasiswa adalah seorang yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi atau bahasa kontemporernya yaitu kampus.
Namun secara fundamentalnya mahasiswa itu bukan hanya pendidik melainkan mereka juga termasuk dari (agen of change) penerus bangsa dan kampus berperan sebagai miniaturnya, karena kemajuan suatu negara tergantung bagaimana mereka mengelola, selaras dengan yang dikatakan oleh Plato dalam The Republic dikatakan hanya mereka yang terdidik yang layak memimpin, tanpa ada pendidikan negara akan dikuasai oleh orang yang tidak kompeten, jika itu terjadi maka negara akan semakin dekat dengan kehancuran.
KONDISI MAHASISWA YANG MEMPRIHATINKAN
Kupu-kupu (kuliah pulang”) ini adalah sebutan bagi mereka yang harus diperhatinkan karena bagi mereka kampus hanyalah formalitas mereka hanya mengharapkan ijazah dan pengalaman dari kampus itu sendiri, Mereka tidak ingin mengembangkan pengetahuan dirinya di luar kampus mereka lebih suka untuk hidup lebih bebas menjadi kaum rebahan, bermain game online, menjadi pengangguran sikap seperti ini yang harus dirubah dari paradigma mahasiswa itu sendiri, karena eksistensinya mindset seperti ini secara tidak langsung mereka sudah kehilangan jati diri mereka yang sebenarnya.
Melihat dari history masa lalu dimana mahasiswa sulit untuk mengembangkan jati diri mereka oleh para kaum borjuis (PKI), mereka mengobok-ngobok mahasiswa yang berusaha untuk ikut andil dalam memerdekakan bangsa dengan membentuk organisasi seperti PMY (Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta),MASYUMI (Majelis Syuro Muslim Indonesia) dan lain sebagainya yang runtuh oleh mereka PKI, dengan berbagai tuduhan yang dilontarkan oleh mereka sehingga pada akhirnya terbentuklah sebuah organisasi yang dikenal HMI (himpunan mahasiswa islam) memang bukan organisasi yang terbentuk pertama kali,tapi HMI yang bertahan sampai saat ini sehingga banyak yang terinspirasi sampai akhirnya banyak organisasi yang terbentuk seperti PMII,GMNI,KAMMI dan lain-lain sebagainya yang berkembang sampai saat ini.
Kembali ke pembaharuan awal memang secara fundamentalnya kampus didirikan untuk mencetak generasi yang berkualitas, supaya bisa menciptakan kehidupan di masyarakat seperti yang termaktub didalam tridharma perguruan tinggi. Didalam buku bintang Arasy (halaman 14) oleh said muniruddin menjelaskan tujuan pendidikan itu ada 3:
1. To know
2. To do
3. To love each other
Tujuan yang pertama yang mengharuskan setiap lembaga pendidikan harus “memfasilitasi” mahasiswa untuk memahami bidang ilmunya, dan yang kedua bertujuan untuk memperdalam “kompetensi” bidang ilmunya, sedangkan yang ketiga bertujuan untuk menumbuhkan substansi dari ilmu itu sendiri, dan ini adalah ilmu yang sering terlupakan oleh perguruan tinggi yaitu “keahlian interpersonal”. Dengan pengetahuan (know), dan keahlian (do), mahasiswa diharapkan untuk peduli dengan realitas masyarakat serta terlibat dalam transportasi sosial (live together and love each other).
Akan tetapi tujuan ini tidak sesuai ekspektasi, saat ini kampus hanya sebagai pencetak ijazah semata, malah dijadikan ladang oleh kaum kapitalis untuk mencetak para tenaga-tenaga kerja. Dengan adanya doktrinan seperti ini mereka semakin jumut untuk berpikir (critical thinking) karna mereka semakin hilang 2 kompetensi yang menjadi dispertasi antara manusia dan binatang yaitu : pemikiran (rasionalisme) dan hati (spiritualitas), yang dijelaskan didalam filosofi pendidikan Islam. Sehingga mereka hanya menjadi sarjana bersyarat atau sarjana karena memenuhi syarat-syarat kelulusan.
TERUS BAGAIMANA SOLUSINYA
Dengan cara menumbuhkan jati diri kita dengan memahami apa itu mahasiswa? Seperti yang saya jelaskan diatas mahasiswa memiliki substansi yang mendalam yang tertuang dalam tridharma perguruan tinggi (mahasiswa) yang terdiri dari 3 aspek yang berbentuk segitiga lancip ke bawah🔽 yang pertama pendidikan (kampus), ketika kita menguasai ilmu yang kita dapat dari pendidikan maka kita perlu aspek yang nomer 2 yaitu penelitian atau wadah penerapan ilmu dengan cara berorganisasi supaya kita bisa critical thinking.
Sejumlah kampus sangat apresiatif dengan eksistensi nya organisasi-organisasi ini, bahkan ada yang memberikan asistensi untuk kemajuannya karena dinilai sebagai pendukung Tridharma perguruan tinggi. Namun ada juga sebagian kampus yang membungkam dengan adanya organisasi ini karena takut dikritisi oleh mereka atau karena afiliasi sejumlah organisasi mahasiswa tersebut dengan kekuasaan ideologi sesat tertentu.
Dari sinilah bisa kita pahami bahwa kampus dan organisasi sangat bersenambugan, karena tidak ada kampus yang menjanjikan mahasiswanya cerdas, dan tidak ada organisasi yang menjanjikan kadernya itu sukses. untuk menghasilkan value yang baik ketika menerapkan aspek yang nomer 3 yaitu pengabdian kepada masyarakat (negara).
Sehingga disini tidak ada feedback bagi mereka jika dari salah satunya di tumpang tindihkan atau 2 dari 3. Sebuah pepatah mengatakan: Jika ingin mengenal dunia maka membacalah, jika ingin dikenal dunia maka menulislah, jika ingin keduanya maka berorganisasilah.
Bagaimana eksistensi mereka yang nyantri sambil kuliah? Memandang mereka kurang aktif untuk mengembangkan dirinya diluar kampus karena keterbatasan waktu.
Terkadang pihak pondok itu membentuk sebuah organisasi internal yang disebut MAHASANTRI (mahasiswa santri) yang di khususkan bagi mereka yang kuliah sambil mondok, disinilah jati diri mereka terbentuk mentalitas mereka kuasai dengan berbagai kajian,diskusi ilmiah dan lain sebagainya seperti organisasi-organisasi pada umumnya, dan mereka juga memiliki tujuan yang sangat mulia menjadi insan kamil yang independen,rasionalisme dan spiritualisme mereka bangun bersama tanpa melepas almamater mereka sebagai santri dengan cara bahtsul masail,musyawarah,mengkaji kitab,dan lain sebagainya seperti yang diterapkan di pondok pesantren itu sendiri. Bagi mereka pondok adalah wadah yang terbaik bagi mereka Karena bagi mereka membentuk sebuah karakter itu tidak harus di luar pondok didalam pondok pun mereka bisa membentuk dengan ranah keagamaan.
Hal ini diperkuat dengan firman Allah yang terdapat dalam Surah Ali Imran ayat yang ke 159 yang artinya Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Dan juga di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Ali RA, ia berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, akan datang kepada kami sepeninggalmu nanti rentetan permasalahan yang tidak terdapat penyelesaiannya baik dari Al-Qur’an maupun sunnah mu. Rasulullah SAW menjawab, “Kumpulkan para hamba yang mukmin dari umatku lalu musyawarahlah di antara kalian dan jangan kamu putuskan suatu perkara berdasarkan satu pendapat saja”.
Dengan keyakinan yang kuat dan tekad yang bulat mereka percaya bahwa mereka juga bisa menjadi pemuda yang edukasi untuk negaranya, karena bagi mereka semua orang memiliki hak untuk mengembangkan diri dimana saja, tapi tidak semua orang bisa menemukan jati dirinya. Mereka terjun ke masyarakat dengan berbagai ilmu keagaman yang dimiliki tanpa menjadi seorang yang takfiri (sering menyalahkan orang lain/sesat) tapi mencari solusi bagaimana cara yang lebih baik untuk dikonsumsi.
Oleh : Moh Rosyid
Departement PPPA BPI HMI Al khairat Kabupaten Pamekasan