Ilmu tidak hanya bisa di ambil dari orang yang masih hidup. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, setiap hadis yang akan ditulis dikonfirmasikan dulu kepada Rasulullah, “Apakah Engkau menyampaikan begini ya Rasulullah?”. Dengan kepakaran beliau, apakah kita mempertanyakan validitasnya? Meminjam kerangka berpikir Abid al-Jabiri, Ini adalah epistemologi Irfani (Pengalaman batin dan intuisi spiritual). Jadi, alangkah miskinnya kalau orang belajar gurunya hanya orang hidup (personal lecturer), semestinya bisa juga impersonal teachers (guru) yang bukan orang,”.
Prof.Dr. Nasaruddin Umar menteri Agama. Abdullah Bin Mas’ud mengatakan bahwa berguru kepada orang yang sudah meninggal itu jauh lebih utama karena orang yang sudah meninggal jauh dari fitnah. Seorang revolusioner pasca runtuhnya Turki ottoman, Syekh Sulaiman Hilmi Tunahan berkata, “Ketika ulama wafat, maka sejatinya dia seperti pedang yang keluar dari sarungnya.” Seorang alim, wali doanya memang mustajab, namun ketika mereka telah wafat, maka doanya lebih dahsyat. Habib Abdullah bin Alawai Al-Haddad memberikan alasan kenapa hal tersebut bisa terjadi, karena manusia ketika hidup meiliki dua sifat, yakni basyariyah dan khususiyah.
Raden Bindoro Ali Muhsin Rofiey Notonegoro, Ama.Spd.I. Hubungan (relasi) guru dan murid secara lahiriah terputus setelah sang guru wafat. Tetapi kelompok Ahlussunnah wal Jamaah meyakini bahwa hubungan keduanya tetap langgeng meski secara fisik keduanya tidak lagi bersama.
Syekh Ihsan M Dahlan Jampes mengutip pandangan Sayid Ahmad Zaini Dahlan yang mengatakan bahwa seorang wali akan tetap terhubung dengan batin para pengikutnya. Hubungan batin keduanya membawa keberkahan tersendiri bagi muridnya.
قال سيدي العلامة أحمد دحلان رحمه الله في تقريب الأصول لتسهيل الوصول قد صرح كثير من العارفين أن الولي بعد وفاته تتعلق روحه بمريديه فيحصل لهم ببركاته أنوار وفيوضات
“Sayyid Ahmad Zaini Dahlan Rahimahullah dalam Taqribul Ushul li Tashilil Wushul mengatakan bahwa banyak orang saleh dengan makrifat kepada Allah menyatakan secara jelas bahwa batin seorang wali Allah sesudah ia wafat akan terhubung dengan para muridnya sehingga berkat keberkahan gurunya itu mereka mendapatkan limpahan cahaya dan aliran anugerah Allah SWT,” (Lihat Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 466).
Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad bahkan menambahkan bahwa hubungan seorang wali dan para muridnya lebih erat pada saat wali tersebut telah wafat. Pasalnya, wali tersebut memiliki perhatian dan kesempatan lebih lapang setelah ia wafat. Sementara seorang wali ketika hidup disibukkan oleh kewajiban dan tanggung jawab manusiawinya.
Sisi keistimewaan seorang wali kadang tidak terlalu dominan ketika ia hidup karena tertutup oleh sisi manusiawinya. Tetapi ada juga seorang wali yang semasa hidupnya memiliki sisi keistimewaan yang cukup dominan.
وممن صرح بذلك قطب الإرشاد سيدي عبد الله بن علوى الحداد فإنه قال رضي الله عنه الولي يكون اعتناؤه بقرابته واللائذين به بعد موته أكثر من اعتنائه بهم في حياته لأنه كان في حياته مشغولا بالتكليف وبعد موته طرح عنه الأعباء والحي فيه خصوصية وبشرية وربما غلبت إحداهما الأخرى وخصوصا في هذا الزمان فإنها تغلب البشرية والميت ما فيه إلا الخصوصية فقط
“Salah satu orang saleh yang menjelaskan masalah ini secara terbuka Quthbul Irsyad Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Ia mengatakan bahwa perhatian seorang wali setelah ia wafat terhadap kerabat dan orang-orang yang ‘bersandar’ kepadanya lebih besar disbandingkan perhatiannya terhadap mereka seketika ia hidup. Hal demikian terjadi karena ia saat hidup sibuk menunaikan pelbagai kewajiban.
Sementara setelah wafat, beban kewajiban itu sudah diturunkan dari pundaknya. Wali yang hidup memiliki keistimewaan dan memiliki sisi manusiawi. Bahkan terkadang salah satunya lebih dominan dibanding sisi lainnya. Terlebih lagi di zaman sekarang ini, sisi manusiawinya lebih dominan. Sementara seorang wali yang telah meninggal dunia hanya memiliki sisi keistimewaan,” (Lihat Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 466).
Keyakinan semacam ini yang bagi banyak orang menguatkan hubungan murid dan guru meski gurunya telah wafat sekian tahun dan bahkan ratusan tahun. Oleh karenanya, seorang wali atau sang guru ini–meski telah wafat–akan tetap hidup di hati para murid dan pengikutnya. Saat Imam al-Gazali ditanya muridnya perihal banyaknya hadis ahad atau hadis tidak populer yang dikutip dalam kitabnya, Ihya’ ‘Ulum al-Din. Lalu, al-Ghazali menjawab, dirinya tidak pernah mencantumkan sebuah hadis dalam Ihya’ tanpa mengonfirmasikan kebenarannya kepada Rasulullah.
Logika sederhananya, jika ada lebih dari 200 hadis dikutip di dalam kitab itu, berarti lebih 200 kali Imam al-Gazali berjumpa dengan Rasulullah. Padahal, Imam al-Ghazali hidup pada 450 H/1058 M hingga 505 H/1111 M, sedangkan Rasulullah wafat tahun 632 M. Berarti, masa hidup antara keduanya terpaut lima abad.
Kitab Ihya’ yang terdiri atas empat jilid itu ditulis di menara Masjid Damaskus, Suriah, yang sunyi dari hiruk pikuk manusia. Pengalaman lain, Ibnu ‘Arabi juga pernah ditanya muridnya tentang kitabnya, Fushush al-Hikam. Setiap kali sang murid membaca pasal yang sama dalam kitab itu selalu saja ada inspirasi baru.
Kitab Fushush bagaikan mata air yang tidak pernah kering. Ibnu ‘Arabi menjawab, kitab itu termasuk judulnya dari Rasulullah yang diberikan melalui mimpi. Dalam mimpi itu, Rasulullah mengatakan, *”Khudz hadzal kitab, Fushush al-Hikam (ambil kitab ini, judulnya Fushush al-Hikam).”*
Kitab Jami’ Karamat al-Auliya’ karangan Syekh Yusuf bin Isma’il al-Nabhani, sebanyak dua jilid, mengulas sekitar 625 tokoh/ulama yang memiliki karamah, yaitu pengalaman luar biasa mulai dari sahabat nabi hingga tokoh abad ke-19. Mereka hidup di dunia dan di akhirat.” (QS Yunus/10:64). Para ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat ini.
Rasulullah menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang dilihat atau diperlihatkan Allah SWT kepadanya.” Dalam ayat lain lebih jelas lagi Allah berfirman, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (QS al-Zumar/39:42).
Dalam kita-kitab tafsir Isyari, ayat ini mendapatkan komentar panjang bahwa di waktu tidur orang bisa mendapatkan banyak pencerahan. Bahkan, dalam Alquran juga menunjukkan kepada kita sejumlah syariat dibangun di atas mimpi (al-manam), seperti perintah ibadah kurban (QS al-Shafat/37:102). Demikian semoga bermanfaat dan mari kita berdoa untuk guru-guru kita, yang masih hidup dan yang telah wafat.
Syekh Abdul Fattah Abu Guddah menuliskan lafal doa untuk mendoakan guru-guru kita semua. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِمَشَايِخِنَا وَلِمَنْ عَلَّمَنَا وَارْحَمْهُمْ، وَأَكْرِمْهُمْ بِرِضْوَانِكَ الْعَظِيْمِ، فِي مَقْعَد الصِّدْقِ عِنْدَكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. “Wahai Allah ampunilah guru-guru kami dan orang yang telah mengajarkan kami. Sayangilah mereka. Muliakanlah mereka dengan ridha-Mu yang agung, di tempat yang disenangi di sisi-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara penyayang.” Demikian doa untuk meminta ampunan bagi guru-guru kita semua. Semoga kita diberikan manfaat ilmu dari semua yang kita pelajari, baik di dunia maupun di akhirat. Aamin
Oleh Muhammad Ali Muhsin Rofiey Notonegoro, Ama.Spd.I.
Wakil Sekretaris MD KAHMI Kabupaten Pamekasan
Billahitaufiq Wal Hidayah
Wallahu a‘lam.