Kemungkinan Rekognisi
Pertanyaan mendasar yang pertama melintas dalam pikiran adalah: Apakah rekognisi bisa diterima atau tidak? Mistisisme Yunani Kuno meyakini bahwa kita tidak mungkin menemukan kenyataan (kebenaran). Alasan mereka untuk itu antara lain:
1. Kesalahan visi. Ketika orang-orang menyadari bahwa mereka memiliki perbedaan pandangan, hal-hal yang dimengerti itu pun menjadi berbeda. Sebuah gunung tinggi tampak hanya seperti sebuah bukit dari kejauhan, baling-baling kipas angin yang sedang berputar terlihat seperti sebuah lingkaran dan rel kereta api yang terpisah seperti menyatu di kejauhan. Mengapa? Karena pengetahuan kita sebagaimana kutipan Laozi dari Niels Bohr-adalah hasil dari penglihatan dan “keisengan” kita di dunia ini. Kita memperoleh pengetahuan melalui “objek untuk dirinya” hingga “objek untuk kita”
Jalan penalaran ini tidak dapat diterima karena dengan mengubah posisi atau lokasi akan mengungkapkan kebenarannya. Dengan kita mendekati gunung itu misalnya, akan kembali terlihat ketinggiannya [bagi kita). Kelemahan dan kesalahan indrawi dapat dikompensasi melalui alat-alat atau cara yang lain. Jika rekognisi tidak layak atau tidak memungkinkan
maka indra, pikiran, dan alat-alat eksperimen harus digunakan demi mendapatkan berbagai pandangan yang diperlukan untuk sampai pada kesimpulan yang konkret.
2. Konflik dalam temuan. Mereka yang menentang kemungkinan rekognisi meyakini bahwa orang-orang memiliki berbagai sudut pandang ketika mengidentifikasi fakta. Dan menurut mereka, memperoleh kesatuan pendapat dalam masalah tersebut adalah mustahil. Seseorang mungkin tertarik pada sesuatu hari ini, tetapi jijik padanya besok. Apa yang tampak sangat berharga baginya hari ini boleh jadi akan terbukti tidak berharga di kemudian hari.
Kesimpulan semacam itu tidak bisa diterima karena konflik dalam identifikasi juga bergantung pada perkara yang dapat diamati atau diimajinasikan. Apabila muncul perselisihan dari permasalahan dunia, itu membuktikan bahwa identifikasi atasnya adalah riil karena tanpanya pikiran tidak akan pernah bereaksi secara berbeda terhadap keragaman fakta. Konflik dalam temuan-temuan jiwa dan indrawi juga membuktikan “pengenalan” sebagai yang riil karena pikiran dan indra menciptakan temuan-temuan tertentu di bawah situasi dan kondisi tertentu.
3. Perubahan alam semesta. Sebagian orang meyakini bahwa perubahan dan perkembangan terus berlangsung di alam semesta, yang karena itu komponen-komponennya tidak dapat diidentifikasi secara pasti. Hal ini bukan hanya menyangkut fakta-fakta eksternal saja, tetapi perubahan juga terjadi pada pikiran dan indra manusia, yang karena itu tidak mampu merefleksikan fakta seutuhnya.
Solusi terhadap sumber kesalahan ini adalah: Perubahan dan perkembangan sepanjang identifikasi, di dua wilayah itu- mental dan fisik yang teramati-menunjukkan bahwa faktor
utamanya adalah sesuatu yang berada di luar pikiran dan indra, yang tentu saja tidak cenderung pada perubahan. Pikiran dan indra hanya berfungsi mentransfer pengetahuan pada sang penemu-diri, jiwa, karakter, atau roh
4. Tidak terdefinisi dengan baik. Apa yang tercermin dari dunia yang tampak ke dalam pikiran kita tidak terdefinisi dengan baik secara tepat hingga dapat dibandingkan dengan fakta-fakta dan tidak memiliki konsep mental yang cocok dengan fakta eksternal Dengan demikian, kita tidak bisa yakin dengan apa yang ada dalam pikiran apakah itu cocok dengan dunia luar atau tidak.
Dalam menjawab problem ini kita mesti mengatakan bahwa pikiran manusia sanggup menyerap fakta dari alam dan juga mengolahnya. Hal ini justru menunjukkan betapa kuasa dan signifikannya pikiran manusia, bukan ketidakmampuannya. Tetapi kaum Sofis menganggap pikiran itu seperti sekeping kaca cermin yang hanya memantulkan fakta-fakta tanpa impresi eksternal [atas semua itu).
5. Ketidaktahuan akan keseluruhan. Hubungan yang begitu dekat dan ketergantungan di antara komponen-komponen alam semesta membawa beberapa keyakinan bahwa ketidaktahuan terhadap satu bagian saja akan menyebabkan ketidaktahuan pada keseluruhannya.
Pemikiran seperti ini bisa dipakai hanya bagi yang mengklaim mempunyai pengetahuan segala sesuatu secara absolut bukan yang menganggap bahwa pengetahuan yang mereka peroleh dari alat-alat mereka untuk mengobservasi dunia eksternal itu sebagai relatif. Namun demikian terdapat kasus-kasus pengetahuan absolut, yang tidak cocok dengan bentuk logika dan argumen apa pun seperti “alam semesta adalah riil dan mengikuti hukum-hukum tertentu”-sebagai satu contoh.
Karya Muhammad Taqi Ja’fari
Misteri Kehidupan Rahasia dibalik Rahasia
Berlanjut berikutnya