Sumenep, 14 Mei 1958, seorang bayi laki-laki lahir dari pasangan Kiai Haji Ahmad Djauhari Chothib dan Nyai Sahati. Bayi itu diberi nama Maktum Djauhari, yang kelak akan menjadi salah seorang tokoh ulama dan pendidik di Sumenep.
Kiai Maktum adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Tiga kakaknya; Nyai Tsaminah, Kiai Haji Ahmad Tidjani, dan Kiai Haji Idris; lahir dari Nyai Maryam, istri pertama Kiai Djauhari.
Setelah Nyai Maryam meninggal, Kiai Djauhari menikah lagi dengan Nyai Hamlah. Namun, pernikahan itu tidak berlangsung lama.
Kemudian, Kiai Djauhari menikah untuk ketiga kalinya dengan Nyai Sahati, seorang gadis dari Pajung, Batuputih, yang juga merupakan ibu Kiai Maktum dan Nyai Mahtumah.
Kiai Maktum mewarisi darah pejuang dan ulama dari ayahnya, Kiai Djauhari, yang merupakan pendiri Ponpes Al-Amien Prenduan, salah satu pesantren terkemuka di Sumenep.
Kiai Djauhari tidak hanya dikenal sebagai ahli agama, melainkan juga sebagai pejuang kemerdekaan RI. Dia pernah ditangkap dan ditahan oleh Belanda di Kalisosok, Surabaya, selama tujuh bulan karena aktivitasnya melawan penjajah.
Kiai Maktum juga memiliki silsilah yang menghubungkannya dengan tokoh-tokoh ulama besar di Sumenep dan sekitarnya.
Ayahnya, Kiai Djauhari, adalah putra Kiai Chothib bin Idris, Patapan, yang bersaudara dengan Nyai Nursiti (istri KH Imam, pendiri Ponpes Karay) dan Nyai Mariyah (istri KH Syarqawi, pendiri Ponpes An-Nuqayah Guluk-Guluk).
Kakeknya, Kiai Idris, adalah keturunan Kiai Abdul Qorib dan Nyai Musyarrafah, yang merupakan keturunan Kiai Ibrahim Batuampar, saudara Bindara Saod, Raja Sumenep.
Dari sini, Kiai Maktum memiliki hubungan kekerabatan dengan kiai-kiai Pamekasan, Situbondo, Probolinggo, dan lainnya.
Kiai Maktum menempuh pendidikan formal di madrasah ibtidaiyah Prenduan, lalu melanjutkan ke Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo, mengikuti jejak kedua kakaknya.
PMDG Ponorogo merupakan salah satu pesantren terkenal di Indonesia, pernah menyaksikan kecerdasan dan kecemerlangan Kiai Maktum Djauhari, putra bungsu Kiai Haji Ahmad Djauhari Chothib, pendiri Ponpes Al-Amien Prenduan, Sumenep.
Kiai Zarkasyi, pengasuh PMDG, bahkan pernah menyebut Kiai Maktum dan kedua kakaknya, Kiai Tidjani dan Kiai Idris, sebagai kelopak bunga mawar yang mekar di Madura.
Kiai Maktum tidak hanya menonjol di kelas, tetapi juga di luar kelas. Dia sering menjadi juara dalam berbagai lomba akademik dan nonakademik. Dia juga tidak jarang dicemburui teman-temannya yang merasa kalah bersaing dengan Kiai Maktum.
Minggu, 17 Desember 2023 | 11:12 WIB
Kiai Maktum Djauhari, sosok yang lemah lembut dan bersahaja NU Online
Setelah lulus dari PMDG, Kiai Maktum melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Dia memilih Universitas Islam Madinah di Arab Saudi sebagai tempatnya menimba ilmu agama. Di sana, dia berhasil meraih gelar sarjana dengan predikat cum laude.
Kiai Maktum tidak berhenti sampai di situ. Dia kemudian melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, salah satu universitas tertua dan terkemuka di dunia. Dia menyelesaikan program magister di sana pada 1990 dengan hasil yang memuaskan.
Selama berada di luar negeri, Kiai Maktum juga aktif berorganisasi. Dia pernah menjabat sebagai sekretaris Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Madinah pada 1977.
Dia juga pernah menjadi ketua Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Kairo pada 1984. Dia juga terlibat dalam deklarasi ICMI Malang dan menjadi anggota BP3 Departemen Agama Provinsi Jawa Timur pada 2006.
Setelah kembali ke tanah air, Kiai Maktum mengabdikan dirinya di bidang pendidikan, khususnya di Ponpes Al-Amien yang didirikan oleh ayahnya.
Dia pernah dipercaya sebagai ketua STI Dakwah Al-Amien (1992-1996), ketua STAI Al-Amien (1996-2000), dan rektor IDIA Al-Amien Prenduan (2000-2012).
Kiai Maktum juga meneruskan kepemimpinan dan pengasuhan Ponpes Al-Amien Prenduan setelah kedua kakaknya, Kiai Tidjani dan Kiai Idris, meninggal dunia. Dia menjadi pemimpin dan pengasuh Ponpes Al-Amien Prenduan sejak 2012 hingga wafat pada 2015.
Demikianlah sekilas tentang Kiai Maktum Djauhari, putra pendiri Ponpes Al-Amien Prenduan dan pejuang Sumenep, yang merupakan salah satu tokoh ulama dan pendidik di Sumenep. Semoga berita ini bermanfaat bagi Anda. (Sbr.NU online)