Dalam kitab-kitab nahwu seperti Al-Jurumiyyah, ‘Imrithi, hingga Alfiyyah, nama Zaid dan Amr menjadi “selebriti”. Kedua nama ini sering disebutkan dalam berbagai contoh tata bahasa Arab, seperti kalimat “Ja’a Zaidun” atau “Dharaba Zaidun Amran”.
Pertanyaan menggelitik pun muncul: Mengapa harus Zaid dan Amr yang selalu dijadikan contoh?
Jawabannya sederhana, ini hanya contoh yang dibuat ulama nahwu untuk mempermudah pemahaman kaidah tata bahasa Arab. Namun, ada kisah menarik tentang hal ini, yang diceritakan dalam kitab An-Nazharat karya Syaikh Mustafa Luthfi Al-Manfaluti (w. 1343 H).
Konon, seorang menteri dalam pemerintahan Daulah Utsmaniyah bernama Daud Basya ingin belajar bahasa Arab. Ia mendatangkan seorang ulama untuk mengajarinya. Setiap kali sang guru menjelaskan kaidah fa’il dan maf’ul, ia menggunakan contoh kalimat “Dharaba Zaidun Amran”, yang berarti “Zaid memukul Amr.”
Suatu hari, Daud Basya bertanya dengan penuh amarah: “Apa kesalahan Amr sehingga Zaid selalu memukulnya setiap hari? Apakah Amr begitu lemah hingga tak mampu membela dirinya?”
Gurunya menjawab dengan tenang: “Tidak ada yang memukul dan tidak ada yang dipukul. Ini hanya contoh yang dibuat ulama nahwu untuk mempermudah pemahaman.”
Namun, jawaban itu tidak memuaskan hati Daud Basya. Ia marah besar, memenjarakan sang ulama, dan memanggil ulama lain untuk menjawab pertanyaannya. Anehnya, setiap ulama yang dipanggil memberikan jawaban yang sama, hingga akhirnya banyak ulama dipenjara, madrasah-madrasah kosong, dan negeri itu menjadi resah.
Akhirnya, Daud Basya memanggil para ulama besar dari Baghdad. Para ulama ini dipimpin oleh seorang alim yang cerdas dan bijak. Ketika mereka dihadapkan kepada Daud Basya, ia kembali bertanya: “Apa kesalahan Amr hingga ia selalu dipukul oleh Zaid?”
Dengan cerdik, ulama tersebut menjawab: “Kesalahan Amr sangat besar, hingga ia pantas menerima hukuman lebih dari sekadar dipukul oleh Zaid!”
Mendengar ini, wajah Daud Basya berseri-seri. Ia pun bertanya lagi: “Apa kesalahannya?”
Ulama itu menjawab: “Amr telah mencuri huruf wawu yang seharusnya milik Anda. Perhatikan nama Anda, Daud, hanya memiliki satu huruf wawu, sedangkan Amr memiliki huruf wawu tambahan setelah huruf ra’. Sebagai hukuman atas kejahatannya, para ulama nahwu memberikan wewenang kepada Zaid untuk memukulnya setiap hari!”
Mendengar jawaban ini, Daud Basya tertawa puas. Ia memuji kecerdasan ulama tersebut dan menawarkan hadiah apapun yang diinginkan. Namun, ulama itu hanya meminta pembebasan para ulama yang dipenjara. Daud Basya pun mengabulkan permintaan itu, membebaskan para ulama, dan memberikan hadiah kepada mereka sebagai bentuk penghormatan.
والله أعلم بالصواب